Senin, 27 Januari 2014

Kawah Ijen, Pesona alam dengan warna tosca


Perjalanan ini kami mulai dengan mengendarai kendaraan roda dua, yah biar berasa lebih feel dan terik matahri lebih kita rasakan serta hembusan dan tiupan angin yang merdu lebih terasa syahdu kami terima. Kami bersepuluh adalah sekelompok anak bermain. Bukan kelompok bermain (bukan Play Group atau Taman Kanak-kanak looh yaa... hehehe).

Kami berkumpul dan siap berangkat pukul 07.00 pagi. Dengan persiapan yang matang dan perbekalan yang cukup kami pun memulai perjalanan yang cukup jauh, meski letak kawasan kawah ijen berada di kabupaten sebelah, tapi kami harus menempuh dengan memutar gunung atau harus melewati satu kabupaten lagi untuk sampai ke kawasan kawah ijen. Dan rute yang kami pilih adalah rute kedua yakni dengan rincian Jember-Bondowoso-Banyuwangi.

Pukul 09.45
                Kami telah sampai di kawasan Bondowoso, tinggal beberapa KM lagi harus kami tempuh. Tapi naas ada anggota yang terlepas dari konvoi, dan kami pun harus menunggu beberapa jam lagi untuk menanti anggota yang tertinggal. Tapi hal itu segera terobati setelah mereka telah terlihat. Dan hamparan hijaunya dedaunan sawah dan pohon-pohon yang berjajar, begitu menyegarkan mata dan nafas.
Pukul 10.30
                Kami telah sampai di kawasan ijen, dan satu wahana yang diciptakan oleh Tuhan yang begitu indah telah terpampang didepan mata. Tapi ini bukanlah kawah ijen itu sendiri, melainkan air terjun belerang yang begitu memikat mata, tak tinggi tapi begitu mempesona dengan lekukan-lekukan bebatuan yang ada, begitu mengalun indah mengalir begitu lembut dengan busa-busa yang menggemaskan hahaha #alay.
ngeksis dulu di air terjun belerang... :p
 
Pukul 11.45
                Kamipun telah sampai dikaki gunung kawah ijen. Tinggal beberapa KM lagi kami akan menaiki ke atas. Tapi hal itu, kami urungkan karena berdasarkan telurusan kami di Prof. google, mengatakan bahwa kawah ijen itu jauh lebih mempesona, bila kita mendaki pada dini hari. Dan hal itulah mempunyai suatu daya tarik tersendiri dikalangan turis yang datang. Banyak orang yang bilang jika kita mendaki pada siang hari maka kita hanya mendapatkan sebuah kawah dengan warna toska itu saja. Tapi tidak jika kita mendaki pada dini hari.
                Dan setelah mencapai suara yang mufakat kami pun sepakat untuk melakukan pendkian pada malam hari tepatnya pukul 24.00. untuk mengisi waktu yang luang kamipun mencari kayu sebagai sarana untuk membuat api unggun sebagai penghangat nanti di malam hari sekitar pukul 21.00 nanti. Dan setelahnya kamipun gunakan waktu itu untuk tidur dan mengumpulkan energi.
api unggun yang kami buat, lumayan manghangatkan dari suhu 10 derajat celcius

Pukul 23.45
                Wake up everyone. Saatnya kita mendaki, kami bungkus perbekalan kami. Dan kami siap untuk mendaki. Tapi sayang ada satu yang kami lupakan dan itulah hal fatal yang kami lupakan. Kami lupa membawa senter. Untung dengan slogan anak pencinta alam yang “Saling Membantu Sesama Pendaki”, kamipun dapat bantuan pencahayaan dari anggota lain yang berasal dari daerah Surabaya, thanks bro, i don’t forgot about that.
                Ternyata medan yang kami lalui tak sama dengan apa yang saya bayangkan. Medan disini benar-benar terjal, sedikit lembab dan licin, dengan kemiringan hampir 50 derajat. Yaah istilahnya sih paha ketemu perut. Dengan selingan di kanan dan kiri sebuah jurang yang begitu terjal (Tapi hal itu bisa saya lihat ketika penuruan sih, hehehe. Kan saya mendaki malam hari, kanan-kiri yang terlihat hanya gelapnya malam). Setelah mendaki selama 45 menit perutku mulai sedikit mual, keringat dingin mulai keluar. Mungkin hal ini karena tadi sebelum berangkat saya hanya bermodalkan sepotong roti dan terlalu banyak meminum air putih pula. Dan dengan sangat terpaksa kalimat “Breaaak.... istirahat dulu” harus keluar dari mulut saya sambil berfikir dan mengahayal andaikan ada gondola atau kereta gantung, mungkin gak akan terasa seperti ini. Tapi yang beginilah jauh lebih berkesan, jauh lebih indah dan lebih mensyukuri ciptaanNya. Mau yang bener indah harus penuh perjuangankan?. Setelah istirahat yang cukup, sempat terpikir bahwa saya harus menyudahinya, saya sudah tak kuat lagi, tapi bayangan-bayangan indah si toska di otak masih menari terlukis cantik di otak. Saya bertekad harus sampai puncak apapun yang terjadi. Dan tekad itu tertanam subur di otak saya.
Pukul 02.00
                Dan kami pun telah sampai dipuncak. Alangkah bangganya saya dengan diri saya sendiri, dengan tekad yang kuat saya mampu sampai sini di puncak ini, sebuah puncak dengan ketinggian 2388 mdpl ini. Meski sekeliling masih gelap, tapi jauh dari mata memandang terlihat tebaran lampu kota yang indah gemerlap seperti ribuan lilin berjajar mengumpul menjadi satu. Setelah sampai disini satu moment telah saya dapatkan, betapa indahnya bumi malam hari saat kita berada diatasnya. Dan moment kedua setelah ini akan saya dapatkan, tepatnya sekitar masuk waktu solat subuh. Maka untuk mengisi waktu itu kami lakukan untuk mencharge tenaga kami. Yah tidur dibawah taburan bintang yang maha dahsyatnya telukis indah diatas dan tanah gunung yang begitu kasar dan sedkit basah karena embun. Kami semuat tidur diantara retakan-retakan mulut kawah, angin terasa menghantam setiap dinding. Bunyinya begitu berat mengalun menakutkan, mungkin gambarannya seperti ombak laut yang besar “wuissssshhhh...... wuissssshhhh...” berkali-kali. Antara senang dan takut benar-benar menjadi satu.
 
Pukul 03.45
                Kami terbangun dari mimpi yang nyenyak dengan alunan bintang gemerlap yang indah dan jarang saya lihat, (karena dikota kan bintang jarang sekali terlihat, yang ada hanya bintang buatan manusia, alias lampu yaak). Inilah moment kedua yang akan saya dapatkan. Dan setelah menengok kekawah sedikit inilah yang saya dapatkan kawan. Yakni “Blue Fire” bentuknya begitu indaaah sekali seperti naga biru yang menggolek-golekkan badannya diatas panggung, benar-benar mempesona. Sedikit ilmu nih yah. Api berwarna biru tersebut adalah api yang tercipta dari semburan belerang cair dari dalam kawah. Kemudian panasnya kawah, berpadu menjadi satu dengan belerang menciptakan efek api berwarna biru di permukaan. Dan fenomena ini hanya bisa terajdi dan kita lihat sebelum matahari terbit. Maka dari itu pendakian kita lakukan setidaknya sebelum pukul 01.00 dini hari. Dan satu hal yang perlu diketahui “Blue Fire” didunia hanya ada dua yakni di Islandia,  dan Indonesia -kawah ijen-.
                Yap dua moment sudah saya dapatkan selanjutnya moment yang begitu indah akan terjadi lagi dan mata ini siap merekam setiap moment yang terlintas.
this is it a "Blue Fire" so amaiz....

 
Pukul 05.00
                Setelah puas melihat “Blue Fire” kamipun melanjutkan perjalanan menuju utara tepatnya orang-orang menyebut “Benteng” entahlah mengapa turis menyebut tempat itu benteng padahal disana hanya terdapat bangunan persegi empat dengan luas kira-kira 3x4 meter. Tapi memang dibagian sisi memang terdapat sebuah tempat seperti balkon, untuk melihat hamparan kota banyuwangi dari atas mungkin. Dalam perjalan menuju benteng, medan yang kita lalui tidak terlalu menanjak seperti dibawah, tapi hati-hati saat melangkah karena hanya jalan setapak yang penuh dengan akar-akar pohon. Pohon-pohon ini seperti pohon edelwais khas bromo, pohon cemara pula. Jadi, saat akan menuju benteng kita seperti masuk kedalam sebuah hutan kecil dengan pohon yang kecil-kecil pula. Pengelihatan kita disini harus benar-benar jeli karena banyak akar yang melintang, dan bisa-bisa bila kita terjatuh, jurang kawah sudah terlintas didapan mata kita. Setelah melewati hutan mini itupun kini benteng sudah terlihat didepan mata, bangunannya benar-benar kuno, “begitu klasik” kalo kata mas Dhani hehehe.
                Dan sampailah kita di benteng ini. Sekarang Hanya menunggu beberapa menit untuk melihat sang surya muncul pertama kali di bagian pualu Jawa dan Sumatra. Secara, Kabupaten Banyuwangikan terletak di bagian paling ujung sendiri sebelah timur pulau Jawa. Jadi kitalah yang pertama melihat matahari terbit, atau kata kerennya “Sunrise” kalau kata bule-bule disana, untuk pulau Jawa dan Sumatera. Dan begitu indahnya Tuhan memunculkan mentari dengan begitu perlahan dan lembut di tambah tempat kami yang begitu eksotis ini. Sungguh maha besar Allah. Inilah moment ketiga yang saya dapat.
 
look that a sunrise, always pray to Allah for this....
 
ngeksis bareng bule dulu, bareng temenku juga...
 
Pukul 07.30
                Setelah selesai ngeksis dan selfie di bayangan Sunrise, dengan background yang begitu menakjubkan dan maha dahsyatnya serta ditemani sama bule-bule pula hehehe. Akhirnya kamipun, turun untuk menikmati si toska, Kawah Ijen. Ternyata dibawah sudah banyak sekali turis-turis mancanegara yang baru saja sampai, sempat bekomunikasi sebentar sih. Mereka banyak berasal dari negara bagian Eropa. Dan adapula dari negeri asal Gangnam Style, Korea. Inilah moment keempat yang saya dapatkan bisa melihat langsung bagaimana warna tosca dari Kawah Ijen itu sendiri. Dan melihat mata pencaharian masyarakat sebagai pemikul belerang yang beratnya, jauh begitu berat dari yang saya bayangkan. Mungkin beratnya 2 kali berat tubuh si pemikul, dan ,mereka harus memikulnya dari atas ke bawah dengan medan terjal dan kemiringannya mencapai 50 derajat ini. Subhanallah saya katakan.
 
seberat ini nih belerang belerang yang harus diangkat
 
Itulah cerita dari perjalanan saya bersama teman bermain saya, tak lupa saya ucapkan banyak terimakasih untuk pengalaman yang berharga ini. (thanks all may Brother, Arip-Toweh-, Andri-Labeb-, Agung-Herman-, Apri-Rembes-, Dayat-Keyat-, Rony-Kucing-, Rizal, karem, dan yang tersenior, mas Zeki. Thanks all about this moment, i can’t wait to the next year to the Mahameru-Semeru, wait me Guys......

miss to this moment guys...
 
memandang polos...

naah ini nih Kawah Ijennya...